Sejarah
Desa Lakawali merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan yang lahir akibat metamerpose dari program Pemerintah Pusat tentang penyebaran penduduk dalam rangka pemerataan pembangunan di Wilayah Timur Indonesia yang dikenal dengan nama Program Transmigrasi.
Bahwa sebelum Lakawali ini dijadikan sebagai lokasi transmigrasi oleh Pemerintah Pusat, berdasarkan informasi yang terangkum memberikan penjelasan bahwa sejak tahun 1950 telah ada masyarakat yang bermukim di daerah ini dan tinggal di daerah pesisir secara turun temurun, dan hingga pada tahun 1981 pemerintah pusat melakukan pemetaan dan perencanaan pembangunan stasiun pemukiman transmigrasi, namun masyarakat tersebut oleh pemerintah tidak dimasukkan kedalam wilayah permukiman transmigrasi.
Nama LAKAWALI berasal dari Bahasa Daerah Bugis yang terdiri dari dua suku kata yaitu “LOKA” yang berarti “PERGI” dan “KAWALI” yang berarti “PISAU” (sejenis senjata tradisional seperti: Keris di Jawa dan Celurit di Madura), secara singkat kata “LAKAWALI” muncul berdasarkan cerita yang tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat lokal yang berlatar-belakang sebagai nelayan, dan telah menjadi legenda. masyarakat pesisir yang pada waktu itu hidup sebagai nelayan, dan nelayan menjadi mata pencaharian pokoknya. Menurut cerita dimaksud, bahwa pada waktu dahulu ada seorang nelayan yang melaut mencari ikan namun karena alam tidak bersahabat akhirnya nelayat tersebut terdampar ke sungai dan kawali yang dibawanya terjatuh, maka nelayan ini pun mencari kawali miliknya tersebut hingga berhari-hari namun belum juga ditemukan, sehingga nelayan tersebut setiap hari jika hendak pergi ke lokasi tempat terjatuhnya kawali miliknya, acap kali bertemu dengan teman sesama nelayan selalu ditanya dengan kalimat yang sama, yaitu “LAO PEGA” (hendak kemana…) nelayan tersebut pun menjawab sepontan dengan kalimat “LOKA SAPA KAWALI” (pergi cari kawali) dan akhirnya diabadikanlah peristiwa diatas pada tempat kejadian peristiwa menjadi sebuah nama yaitu “Sungai Lakawali”, nama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal nama sebuah Desa diwilayah Kecamatan Malili.
Awalnya Lakawali merupakan salah satu kampung/dusun yang menjadi bagian dari wilayah Desa Manurung (Tanah Manurung) yang pada tahun 1981 dijadikan sebagai salah satu lokasi tujuan dan pusat pembangunan perumahan permukiman transmigrasi dengan nama UPT Angkona II SP 1 (Unit Permukiman Transmigrasi Angkona II Stasiun Pemukiman 1), dimana penduduknya terdiri dari warga asal dan warga lokal. Warga asal sendiri didatangkan dari pelbagai pulau wilayah Indonesia, diantaranya penduduk dari Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Pulau Lombok, yang secara bertahap/ gelombang didatangkan ke daerah ini.
Gelombang pertama masuk pada tanggal 11 November 1981 yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah daerah kabupaten Banjar Negara, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. Kemudian disusul Gelombang berikutnya yang berasal dari Provinsi Bali, dan Gelombang ketiga berasal dari Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur Daerah Kabupaten Bondowoso, Gelombang keempat warga transmigrasi didatangkan dari Provinsi Jawa Timur daerah Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi.
Selanjutnya Gelombang kelima merupakan gelombang penduduk transmigrasi terakhir yang didatangkan dari luar Pulau Sulawesi yakni penduduk dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan warga lokal yang dimaksud adalah penduduk/masyarakat lokal yang berada didaerah transmigrasi yang lebih dikenal dengan UPPDT (Unit Pemukiman Penduduk Daerah Transmigrasi). Permukiman transmigrasi pun terus tumbuh dan berkembang menjadi salah satu wilayah pertanian yang memberikan harapan dan semangat bagi para masyarakatnya yang bermukim di daerah ini, hal ini dikarenakan mereka yang didatangkan notabene merupakan petani di daerah asalnya. Kemudian hingga hampir satu dasawarsa masyarakat dalam masa pembinaan Departemen Transmigrasi, UPT Angkona II SP 1 berubah status menjadi desa definitif, desa yang dimekarkan dari Desa Manurung sebagai Desa Induk dengan nama “Desa Lakawali” berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor: 181/II/1989 tanggal 17 Februari 1989 tentang Pembentukan 7 (tujuh) Desa Ex Unit Pemukiman Transmigrasi Dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Luwu. Dan pada tahun 2010 Dusun Lakawali Pantai yang merupakan wilayah Desa Lakawali dimekarkan menjadi Desa Lakawali Pantai yang bersifat definitif. Sehingga saat ini wilayah Desa Lakawali telah menjadi 2 (dua) daerah yang otonom dalam pengendalian pemerintah desa yang bersifat mandiri dan definitif yaitu Desa Lakawali dan Desa Lakawali Pantai.
Berdasarkan demografi desa saat ini pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Desa Lakawali sangat pesat, sehingga banyak penduduk daerah lain banyak yang masuk dan menjadi penduduk daerah ini. Kini Lakawali telah menjadi daerah yang multi-etnik dan agama, dapat juga disebut dengan Indonesia Mini, sebab bhineka dan prularis, namun demikian masyarakat Desa Lakawali tetap bersatu dan berdiri kokoh, mereka masyarakat yang sadar akan perbedaan dan paham akan kemajemukan, sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam memelihara kerukunan antara warga masyarakat demi terwujudnya desa yang damai dan kondusif lagi sejahtera. Kemudian momentum tanggal 11 November 1981 yang merupakan kedatangan gelombang pertama warga transmigrasi di UPT Angkona II SP 1 yang kini telah berubah menjadi Desa Lakawali ditetapkan menjadi hari jadi Desa Lakawali, yang setiap tahun diperingati oleh masyarakat Desa Lakawali. Penjabat Kepala Pemerintahan Desa Lakawali dari masa ke masa, adalah sebagai berikut:
- Lasarus Tadji (1982 – 1988) jabatan KUPT Angkona II SP 1
- Imam Wibisono (1988 – 1996) jabatan KAD Desa Lakawali
- Ahmad Supareng (1996 – 2000) jabatan Pjs. Kades Lakawali
- Hasan Salman (2000 – 2002) jabatan Kepala Desa Lakawali
- Muhammad Isnaen (2002 – 2003) jabatan Pjs. Kades Lakawali
- Drs. Muh. Zaenuri (2003 – 2014) jabatan Kepala Desa Lakawali
- Muh. Yamin, SH (2014 – Sekarang) jabatan Kepala Desa Lakawali